Menderita Untuk Sementara

Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan
(Ibrani 11:37)

Saudara-saudari yang melihat ayat di atas mungkin berpikir “Oh, ini bukan ayat yang bagus untuk memulai pekerjaan!”. :-)

Tapi tunggu sebentar. Sebetulnya ada mutiara yang berharga didalam ayat di atas. Intinya adalah bahwa tidak semua kehidupan para tokoh iman berakhir dengan situasi yang indah, mewah dan nyaman seperti layaknya akhir dalam dongeng-dongeng HC Andersen. Well, saya 100% percaya itu adalah akhir yang Tuhan Yesus sediakan bagi kita, ketika nanti kita berjumpa face to face dengan Tuhan. Tapi untuk kehidupan di bumi saat ini, tidaklah selalu begitu.

Hidup Sebagai Pengembaraan dan Penantian
Juga kalau kita baca seluruh pasal 11 kitab Ibrani kita akan menemukan bahwa sekalipun sebagian dari mereka mengalami kenikmatan dan sukses, seperti Abraham, Yusuf, Musa, Daniel, dll, mereka tidak menganggap itu sebagai hal yang sangat penting. Sebab yang mereka nantikan adalah kehidupan bersama Yesus di kemudian hari.

Dalam iman mereka, semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi … mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. (Ibrani 11:13)

Penderitaan Sementara Tidak Penting Dibanding Pengharapan Yang Besar
Ini perlu kita tekankan karena banyak orang yang tertipu dan hidup hanya untuk hari ini. Mereka mengukur berkat dan penyertaan Tuhan dari barang baik yang mereka miliki dan situasi baik yang mereka alami. Tidak selalu. Dalam Kisah Para Rasul diceritakan bahwa kehidupan orang benar di Yerusalem begitu menderita sehingga mereka harus menjual kekayaan mereka untuk dibagi-bagikan. Dalam kitab Kejadian juga dikisahkan bahwa ketika Kanaan mengalami masa kering Yakub dan anak-anaknya harus mencari dan mengemis gandum sampai ke Mesir. Pada saat ini juga banyak gereja Tuhan di China dan Afrika yang mengalami kehidupan di bawah standar.

Moral of the story?

Pertama, Tuhan kadang mengijinkan situasi sulit dialami orang-orang beriman. Kedua, Tuhan bisa saja memberkati kita lebih dari orang lain namun ada konteks yang tidak bisa diubah dalam waktu yang singkat. Artinya kita yang hidup di Jakarta tidak bisa memaksa Tuhan agar besok pagi menghadirkan fasilitas seperti yang ada di New York dan London. Sama juga bahwa saudara-saudara kita di pedalaman China tidak bisa mengerahkan seluruh “iman” mereka dan memaksa Tuhan Yesus agar minggu depan bisa mengalami semua kemudahan hidup yang dialami anak-anak Tuhan di Tulsa atau Anaheim, USA.

Penderitaan Sementara Perlu Untuk Membentuk Karakter Kita
Memang Tuhan adil dan datang untuk memberi hidup yang berkelimpahan bagi semua orang percaya. Itu pasti. Tapi untuk sementara waktu kita pasti akan mengalami masa-masa sulit yang sangat diperlukan untuk membentuk karakter kita.

Berapa lama?

Yah, kalau Tuhan rasa perlu, itu bisa makan waktu kurang lebih 70 sampai 80 tahun…..alias seumur hidup kita.

Tapi anda dan saya tidak perlu kecil hati. Untuk kenikmatan yang Tuhan sediakan sepanjang 500 triliun tahun, maaf, sepanjang kekekalan, penderitaan selama 80 tahun sekalipun akan terasa seperti sangat sementara. Percayalah anda pasti akan setuju dengan hal ini. Ketika 100 juta tahun di depan nanti kita berjumpa dan kita melihat balik apa yang kita alami di bumi ini. Anda pasti akan sependapat dengan saya.

Sebab itu jangan kecewa kalau hari-hari ini kita mengalami masa sulit di perkerjaan atau usaha. Pandang wajah Yesus yang lembut dan katakan I believe in You and Your promises, Lord.

Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka,... (Ibrani 11:16)

All blessings,
Binsar