Bebas Dari Takut Mati

“Tetapi Dia, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah dari pada malaikat-malaikat, yaitu Yesus, kita lihat, yang oleh karena penderitaan maut, dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia… dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.” (Ibrani 2:9,15)

Takut Mati Membuat Orang Mengejar Kenikmatan Sesaat
Teori hedonisme mengatakan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk mencari kenikmatan sebanyak mungkin dan meraih kekayaan secara cepat. Menurut teori ini, dorongan ini dipicu oleh ketakutan akan terbatasnya waktu yang ada dalam hidup ini. Manusia sadar bahwa maut bisa datang sewaktu-waktu. Jadi sebelum maut menjemput – dan mereka berharap itu tidak datang besok atau minggu depan – mereka berusaha untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya dan menikmati apa saja yang bisa dinikmati. Sadar atau tidak, rasa takut ini akhirnya menjadi penggerak dan motivasi utama untuk segala perbuatan mereka.

Lalu apa salahnya?

Memang benar, rasa takut yang memicu hormon adrenalin ini jika diarahkan bisa dipakai untuk hal yang positif seperti meningkatkan gairah kerja, menimbulkan kekuatan ekstra dalam menghadapi penderitaan, stress, serta tekanan persaingan di dunia kerja atau bisnis. Namun saya percaya, memotivasi diri dengan cara yang demikian bukanlah cara yang tepat. Sebaliknya, ini adalah awal dari penghambaan. Takut akan maut membuat seseorang tanpa sadar dibayangi oleh pemikiran bahwa waktu yang dimilikinya sangat terbatas sehingga ia mudah terpancing untuk menghalalkan segala cara.

Berbohong, curang dalam berbisnis, makan teman bahkan kalau perlu membunuh tanpa sadar dianggap sebagai bagian dari kunci sukses di dunia ini. Padahal cara-cara diatas justru menempatkan seseorang pada posisi terancam – terancam akan ada yang balas dendam, dipermalukan, perbuatan jahatnya terbongkar, menderita kerugian, kehilangan kesempatan, kepercayaan serta kehormatan, dsb.

Untuk mencegah semua itu, langkah selanjutnya adalah menutupi kebohongan dengan kebohongan yang lain, kecurangan dengan kecurangan yang lain, jahat dengan kejahatan yang lain, begitu seterusnya sehingga semakin lama semakin susah keluar dari cara-cara ini. Ketika seseorang sudah terjerat dalam lingkaran setan ini dan tidak ada jalan keluar lagi, ia sepenuhnya telah menjadi budak maut. Banyak contoh dalam kehidupan ini, ketika seseorang sudah merasa stuck dan putus asa, biasanya keputusan yang diambil adalah: membunuh ”musuhnya” atau bunuh diri.

Hidup Tanpa Rasa Takut ?Seperti ditunjukkan oleh kutipan ayat Ibrani diatas, Tuhan Yesus yang datang ke dunia dengan ajaran kasih-Nya membebaskan manusia dari keadaan yang demikian. Jaminan akan adanya hidup kekal dan damai sejahtera bagi yang percaya kepada-Nya telah menghapuskan kuasa maut. Sebagai gantinya Dia berjanji bahwa anak-anak-Nya akan memerintah kerajaan-Nya bersama-sama dengan Dia SELAMA-LAMANYA. Bukan hanya seribu, sejuta atau 5 trilyun tahun melainkan untuk selama-lamanya (Wah 22:5).

Janji yang penuh kuasa ini jika diyakini akan memberikan rasa aman sehingga kita bertindak berdasarkan prinsip ”nothing to fear”. Yaitu, kita bekerja keras bukan karena takut maut menjemput sebelum kita sempat hidup nikmat melainkan karena kita menikmati pekerjaan tersebut dan ingin melakukan yang terbaik.

Rasa aman tersebut juga akan menghapuskan keinginan untuk mengejar kenikmatan yang bersifat sementara karena ada kenikmatan abadi yang sedang menanti. Dengan kata lain, hidup kita yang sekarang ini hanyalah appetiser untuk menu utama yang Tuhan sediakan ketika Tuhan selesai membinasakan iblis dan antek-anteknya, yaitu kehidupan yang indah bersama Tuhan Yesus di Langit dan Bumi yang baru (Why. 21:22).

Jadi, sebagai pewaris janji Kristus kita tidak perlu mengambil jalan pintas dengan segala dampak negatifnya hanya sekedar untuk lebih cepat kaya atau lebih cepat berhasil. Sebaliknya, kita perlu menata langkah dengan sebaik-baiknya agar sesuai dengan yang telah difirmankan Tuhan.

Tetap Kompetitif Sekalipun Masa Depan Sudah Ada Kepastian
Namun ini tidak berarti bahwa orang Kristen lalu menjadi pasif. Ada pemikiran yang keliru tentang Kekristenan. Beberapa orang berpendapat bahwa ajaran Tuhan Yesus membuat orang Kristen tidak kompetitif, tidak produktif, tidak asertif dan tidak berani mengambil resiko. Ini juga tidak benar.

Saya yakin, rasa syukur kepada Dia yang telah membebaskan kita dari maut akan membuat anak-anak Tuhan lebih menghargai anugerah-Nya. Sikap menghargai inilah yang akan membuat orang Kristen tumbuh menjadi pribadi yang berani mengembangkan potensinya untuk bisa meraih prestasi setinggi-tingginya.

Dengan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu menyertai dan menolong, saya percaya orang Kristen tidak akan takut untuk menargetkan kesuksesan yang menyeluruh dalam kehidupan mereka.

All blessings,
Binsar